Jika jarak bumi-matahari dipendekkan jadi 1 m, bintang terdekat baru ditemukan pada jarak sekitar 30 km. Maka di antara bumi dan matahari (bintang), tiada lain adalah ruang antarbintang. Dahulu orang menganggap ruang itu kosong. Namun berkat kemajuan teknologi, di beberapa tempat di ruang antarbintang itu ditemukan beberapa jenis zat yang sebagian besar dari unsur hidrogen.
Umumnya ruang antarbintang menyerupai vakum seperti dikenal di bumi. Di ruang itu ada materi antarbintang. Di beberapa tempat, materi antarbintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak terang. Di dalam materi itu ada 10.000 atom/cm2, sedangkan kerapatan di ruang antarbintang jauh lebih rendah, sekitar 1 atom/cm2.
Selain hidrogen, ditemukan partikel lain yang jauh lebih kecil dengan diameter sekitar 1 mikron (0,0001 mm). Partikel semacam itu pun jika ada hanya dapat dicari “sebuah” dalam volume 5 juta m3. Meski sangat langka, beberapa pengaruh bisa ditimbulkannya. Salah satu akibat yang dapat dirasakan adalah kemelemahan cahaya bintang, yang melewati partikel itu dibandingkan jika sinar itu yang melewati daerah tersebut, astronom akan dapat mengetahui susunan materi di sana.
Beberapa bagian langit di bumi lebih banyak materi. Di daerah padat materi itu, atom-atom lebih rapat. Namun hanya beberapa puluh atom setiap 1 cm3. Bandingkan dengan kerapatan angkasa bumi yang mengandung 3 kali 10 pangkat -9 molekul per cm3. Pemotretan bagian langit menunjukkan letak dan kumpulan materi itu tak teratur. Itu memberikan kesan semua dalam keadaan bergerak, seolah-olah bersinar, yang dapat dipelajari lewat cara optis. Ada pula awan gelap yang hanya dapat dianalisis lewat sinyal-sinyal yang ditangkap di bumi melalui teleskop radio.
Awan gelap mencerminkan gas dan debu yang dingin. Jadi molekul hidrogen di kawasan itu dalam keadaan netral. Daerah itu biasanya diberi simbol H I, yang berarti atom H belum kehilangan muatan negatif. Lain dari awan pijar yang dapat diamati secara visual. Cahaya berasal dari refleksi sinar bintang panas di dekatnya. Radiasi yang disumbangkan bintang-bintang itu mampu memberikan suhu sampai 15.000 derajat Celcius. Temperatur yang sedemikian tinggi mengakibatkan hidrogen kehilangan elektron. Gumpalan awan itu disebut daerah H II.
Pengamatan dari wahana Interstellar Boundary Explorer (Ibex) milik NASA, beberapa waktu lalu, berhasil memetakan wilayah heliosfer tata surya kita dan mendapatkan temuan menarik, yakni ada pita cemerlang yang melengkung melingkupi tata surya kita. Pemahaman kita akan heliosfer penting dalam mengetahui peran dalam melindungi sistem tata surya dari hujan sinar kosmos. Ukuran dan bentuknya menjadi faktor kunci dalam menentukan kekuatan perlindungan, dan berapa banyak sinar kosmos yang sampai ke bumi. Dengan mengetahui hal itu, kita dapat memahami bagaimana tanggapan heliosfer ketika berinteraksi dengan awan antarbintang dan medan magnet galaksi.
Kendati cukup terang dalam peta Ibex, ia tidak berpendar sebagaimana dipahami dalam pengamatan visual. Sebab, pita itu tidak berasal dari sumber cahaya, tetapi dari partikel atom netral berenergi (energetic neutral atoms/ENA), yang bisa dideteksi Ibex dan diproduksi di wilayah luar heliosfer saat angin surya melambat dan bercampur dengan materi antarbintang dari luar sistem tata surya kita.
Jadi berdasar informasi yang disadap dari materi antarbintang itulah kemudian yang disimpulkan oleh para astronom untuk menjelaskan keberadaan awan tebal yang mendekati tata surya kita.
Awan Galaktika Agaknya berita mengenai awan galaktika yang mendekati tata surya kita bukan hal baru bagi para astronom. Fred Hoyle tahun 1957 dalam bukunya, Black Cloud, merangkai fenomena astronomik itu dengan cerita sain fiksi yang banyak mengejutkan ilmuwan AS. Kabar itu hangat kembali setelah empat astronom Prancis, yakni Claudine Laurent, Bruston, Alfred Vidal, dan J Audoze, memublikasikan hasil penelitian mereka di Majalah Nature tahun 1979, berjudul “Physical and Chemical Fractionation of Deuterium in the Interstellar Medium”. Namun petunjuk soal keberadaan awan gas itu sudah lama tercium, ketika satelit Copernicus mengambil spektrum dari bintang-bintang terang yang panas di sekitar matahari.
Pada 22 September 2010, teleskop ruang angkasa Hubble menangkap penampakan jantung Nebula Laguna atau lebih dikenal dengan nama Messier 8. Laguna Nebula adalah awan antarbintang pada konstelasi Sagitarius. Laguna Nebula ditemukan Guillaume Le Gentil tahun 1747, yang merupakan satu dari dua bintang yang membentuk awan samar-samar yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Laguna Nebula yang terletak di sekitar 4.500 tahun cahaya tampak seperti sulur-sulur tipis. Jantung awan antarbintang itu terlihat seperti terkena radiasi ultroviolet yang mengikis debu dan gas menjadi bentuk baru.
Dari sekian banyak bintang yang diteliti, ada sembilan daerah yang diperkirakan ditempati awan antarbintang. Itulah daerah-daerah yang terletak di garis pandangan bintang-bintang Alpha Eri, Alpha Centuri, Alpha Cmi, Alpha aur, Alpha Boo, Alpha Tau, Epsilon Eri, dan seterusnya. Namun arah yang tepat dari awan itu belum diketahui. Satu dari sembilan kandidat itulah yang akan dicari kelompok astronom tersebut.
Astronom Vidal Majar dan koleganya menganalisis melalui tiga cara. Pertama, ingin mengetahui seberapa besar kemungkinan molekul hidrogen dan helium yang menerobos ke kawasan tata surya dari berbagai arah. Dengan cara itu diperoleh simpulan jumlah atom hidrogen per satuan volume dari arah Centaurus 10 kali lebih banyak dari sisi lain yanng terletak di luar orbit matahari dalam perjalanan mengitari pusat galaksi.
Cara kedua dengan melihat perbedaan radiasi energi ultraviolet dari bintang panas terdekat. Kesimpulan yang diperoleh, ada anisotropi di sekitar panjang gelombang 950-1.000 Angstrong (1 Angstrom sama dengan 0,000.000.01 cm). Cara ketiga, menentukan perbandingan antara Deuterium (H2) dan hidrogen untuk berbagai arah pandangan. Ternyata perbandingan itu memperlihatkan ordo sepersejuta dalam arah Alpha Century dan seperseratus ribu daerah Alpha Aur.
Dari serangkaian percobaan dan penjabaran yang disarikan dari ketiga cara itu disimpulkan, ada awan tebal berdaya serap tinggi di daerah 40 derajat dari pusat galaksi, yang bergerak dengan kecepatan supersonik dengan laju 15-20 km/detik. Saat itu, jaraknya sekitar 0,1 tahun cahaya.
Itu berarti jika ia mempunyai kecepatan cahaya (1 detik cahaya kira-kira 300.000 km), awan tersebut akan datang lebih cepat. Namun dengan kecepatan 20 km/detik, ia baru tiba 1.500 tahun lagi. Cukup lama bagi ukuran manusia di bumi, tetapi efeknya sudah lebih awal kita rasakan.
Kedudukan di langit bila dilihat dari bumi, ditandai dengan latar belakang panorama Scorpius Ophiocus. Penemuan itu kelihatannya kurang menarik jika tak dikaitkan dengan fenomena antariksa yang mungkin terjadi di sistem tata surya kita. Sekelompok astronom teoretis pun telah mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan penemuan tersebut.
Umumnya ruang antarbintang menyerupai vakum seperti dikenal di bumi. Di ruang itu ada materi antarbintang. Di beberapa tempat, materi antarbintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak terang. Di dalam materi itu ada 10.000 atom/cm2, sedangkan kerapatan di ruang antarbintang jauh lebih rendah, sekitar 1 atom/cm2.
Bintang |
Beberapa bagian langit di bumi lebih banyak materi. Di daerah padat materi itu, atom-atom lebih rapat. Namun hanya beberapa puluh atom setiap 1 cm3. Bandingkan dengan kerapatan angkasa bumi yang mengandung 3 kali 10 pangkat -9 molekul per cm3. Pemotretan bagian langit menunjukkan letak dan kumpulan materi itu tak teratur. Itu memberikan kesan semua dalam keadaan bergerak, seolah-olah bersinar, yang dapat dipelajari lewat cara optis. Ada pula awan gelap yang hanya dapat dianalisis lewat sinyal-sinyal yang ditangkap di bumi melalui teleskop radio.
Awan gelap mencerminkan gas dan debu yang dingin. Jadi molekul hidrogen di kawasan itu dalam keadaan netral. Daerah itu biasanya diberi simbol H I, yang berarti atom H belum kehilangan muatan negatif. Lain dari awan pijar yang dapat diamati secara visual. Cahaya berasal dari refleksi sinar bintang panas di dekatnya. Radiasi yang disumbangkan bintang-bintang itu mampu memberikan suhu sampai 15.000 derajat Celcius. Temperatur yang sedemikian tinggi mengakibatkan hidrogen kehilangan elektron. Gumpalan awan itu disebut daerah H II.
Pengamatan dari wahana Interstellar Boundary Explorer (Ibex) milik NASA, beberapa waktu lalu, berhasil memetakan wilayah heliosfer tata surya kita dan mendapatkan temuan menarik, yakni ada pita cemerlang yang melengkung melingkupi tata surya kita. Pemahaman kita akan heliosfer penting dalam mengetahui peran dalam melindungi sistem tata surya dari hujan sinar kosmos. Ukuran dan bentuknya menjadi faktor kunci dalam menentukan kekuatan perlindungan, dan berapa banyak sinar kosmos yang sampai ke bumi. Dengan mengetahui hal itu, kita dapat memahami bagaimana tanggapan heliosfer ketika berinteraksi dengan awan antarbintang dan medan magnet galaksi.
Kendati cukup terang dalam peta Ibex, ia tidak berpendar sebagaimana dipahami dalam pengamatan visual. Sebab, pita itu tidak berasal dari sumber cahaya, tetapi dari partikel atom netral berenergi (energetic neutral atoms/ENA), yang bisa dideteksi Ibex dan diproduksi di wilayah luar heliosfer saat angin surya melambat dan bercampur dengan materi antarbintang dari luar sistem tata surya kita.
Jadi berdasar informasi yang disadap dari materi antarbintang itulah kemudian yang disimpulkan oleh para astronom untuk menjelaskan keberadaan awan tebal yang mendekati tata surya kita.
Awan Galaktika Agaknya berita mengenai awan galaktika yang mendekati tata surya kita bukan hal baru bagi para astronom. Fred Hoyle tahun 1957 dalam bukunya, Black Cloud, merangkai fenomena astronomik itu dengan cerita sain fiksi yang banyak mengejutkan ilmuwan AS. Kabar itu hangat kembali setelah empat astronom Prancis, yakni Claudine Laurent, Bruston, Alfred Vidal, dan J Audoze, memublikasikan hasil penelitian mereka di Majalah Nature tahun 1979, berjudul “Physical and Chemical Fractionation of Deuterium in the Interstellar Medium”. Namun petunjuk soal keberadaan awan gas itu sudah lama tercium, ketika satelit Copernicus mengambil spektrum dari bintang-bintang terang yang panas di sekitar matahari.
Pada 22 September 2010, teleskop ruang angkasa Hubble menangkap penampakan jantung Nebula Laguna atau lebih dikenal dengan nama Messier 8. Laguna Nebula adalah awan antarbintang pada konstelasi Sagitarius. Laguna Nebula ditemukan Guillaume Le Gentil tahun 1747, yang merupakan satu dari dua bintang yang membentuk awan samar-samar yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Laguna Nebula yang terletak di sekitar 4.500 tahun cahaya tampak seperti sulur-sulur tipis. Jantung awan antarbintang itu terlihat seperti terkena radiasi ultroviolet yang mengikis debu dan gas menjadi bentuk baru.
Dari sekian banyak bintang yang diteliti, ada sembilan daerah yang diperkirakan ditempati awan antarbintang. Itulah daerah-daerah yang terletak di garis pandangan bintang-bintang Alpha Eri, Alpha Centuri, Alpha Cmi, Alpha aur, Alpha Boo, Alpha Tau, Epsilon Eri, dan seterusnya. Namun arah yang tepat dari awan itu belum diketahui. Satu dari sembilan kandidat itulah yang akan dicari kelompok astronom tersebut.
Astronom Vidal Majar dan koleganya menganalisis melalui tiga cara. Pertama, ingin mengetahui seberapa besar kemungkinan molekul hidrogen dan helium yang menerobos ke kawasan tata surya dari berbagai arah. Dengan cara itu diperoleh simpulan jumlah atom hidrogen per satuan volume dari arah Centaurus 10 kali lebih banyak dari sisi lain yanng terletak di luar orbit matahari dalam perjalanan mengitari pusat galaksi.
Cara kedua dengan melihat perbedaan radiasi energi ultraviolet dari bintang panas terdekat. Kesimpulan yang diperoleh, ada anisotropi di sekitar panjang gelombang 950-1.000 Angstrong (1 Angstrom sama dengan 0,000.000.01 cm). Cara ketiga, menentukan perbandingan antara Deuterium (H2) dan hidrogen untuk berbagai arah pandangan. Ternyata perbandingan itu memperlihatkan ordo sepersejuta dalam arah Alpha Century dan seperseratus ribu daerah Alpha Aur.
Dari serangkaian percobaan dan penjabaran yang disarikan dari ketiga cara itu disimpulkan, ada awan tebal berdaya serap tinggi di daerah 40 derajat dari pusat galaksi, yang bergerak dengan kecepatan supersonik dengan laju 15-20 km/detik. Saat itu, jaraknya sekitar 0,1 tahun cahaya.
Itu berarti jika ia mempunyai kecepatan cahaya (1 detik cahaya kira-kira 300.000 km), awan tersebut akan datang lebih cepat. Namun dengan kecepatan 20 km/detik, ia baru tiba 1.500 tahun lagi. Cukup lama bagi ukuran manusia di bumi, tetapi efeknya sudah lebih awal kita rasakan.
Kedudukan di langit bila dilihat dari bumi, ditandai dengan latar belakang panorama Scorpius Ophiocus. Penemuan itu kelihatannya kurang menarik jika tak dikaitkan dengan fenomena antariksa yang mungkin terjadi di sistem tata surya kita. Sekelompok astronom teoretis pun telah mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan penemuan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar