200 Anak Ikuti Mini Children’s Conference on Biodiversity di Kantin Apung SMP Negeri 26
Surabaya- Satu-persatu lokasi baru bernuansa lingkungan hidup dipetakan oleh peserta Mini Children’s Conference On Biodiversity di SMP Negeri 26 Surabaya, Jumat (12/11). Pemetaan lokasi baru tersebut merupakan bagian dari sesi Peta Lingkungan Hidup Surabaya Barat yang digelar pada mini conference tersebut. Diantara lokasi yang berhasil dipetakan seperti hutan kota yang ada di Jurang Kuping, sekolah ramah lingkungan hidup SDN Kandangan I dan SDN Kandangan III. Ada juga lahan yang bisa dengan mudah melakukan pengamatan burung.Setelah diskusi, seluruh peserta kelompok ancaman keanekaragaman hayati melakukan survei kepada masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah. Survei itu untuk mengetahui perilaku masyarakat yang berdampak pada penurunan tingkat keanekaragaman hayati. Diantara pertanyaan yang disampaikan adalah kebiasaan membuang sampah masyarakat sekitar, tanggapan tentang kondisi sungai di sekitar, penyebab kotornya sungai sekitar dan solusi untuk perbaikan lingkungan hidup. Eco Mobile Coca-Cola turut mendukung mendukung konferensi ini. (black/akbar/bram/narendra/ron)
Pada konferensi ini ada empat tema pembahasan, yaitu peta lingkungan hidup, keanekaragaman hayati sekitar, ancaman keanakeragaman hayati dan pemantauan kualitas air. Konferensi yang diselenggarakan SMP Negeri 26 Surabaya bersama Tunas Hijau ini diikuti oleh 200 siswa dari beberapa SD dan SMP di wilayah Surabaya Barat. Sekolah-sekolah itu adalah SDN Balongsari I, SDN Kandangan I, SDN tandes Lor, SDN Banjar Sugihan I, SDN Banjar Sugihan II, SDN Banjar Sugihan III, SDN Sememi I, SDN Babat Jerawat I, SDN Manukan Kulon, SDN Manukan Wetan I dan SD Khadijah 3. Sedangkan dari SMP adalah SMP Negeri 14, SMP Negeri 20, SMP Negeri 25, SMP Negeri 26 dan SMP Negeri 47.
Pada kelompok Water Monitoring, para peserta diberikan penjelasan oleh aktivis senior Tunas Hijau Bram Azzaino tentang pentingnya menjaga air yang ada di sekitar kita. Air tidak hanya milik manusia tapi milik seluruh makhluk hidup, karena manusia merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang ada di bumi. “Lalu bagaimana kita harus bisa menjaganya?” tanya Bram Azzaino. “Nah, sebelum kalian jawab, ayo kita lihat dulu kualitas air yang ada di sekitar kita, sehingga kita tahu nantinya harus berbuat apa,” ajak Bram Azzaino.
Kualitas air dilihat dari beberapa parameter yang diukur, yakni kekeruhan, pH atau keasaman, oksigen terlarut (DO) dan suhu air. Dijelaskan lebih lanjut oleh Bram Azzaino, bahwa kebanyakan makhluk hidup hanya dapat bertahan dengan pH kisaran 6,5 - 8. Bila pH lingkungan di luar kisaran tersebut, hanya ada dua pilihan bagi makhluk hidup itu, yaitu pindah ke daerah dengan kondisi yang sesusai atau mati di tempat. Dengan contoh kasus pencemaran badan air, mungkin mudah bagi fauna air untuk pindah ke tempat yang lebih baik dengan mengikuti aliran air. Tapi tidak mungkin bagi flora karena mereka tidak punya kaki atau sirip untuk pindah tempat.
Keriangan peserta konferensi dan para siswa SMPN 26 Surabaya yang menjadi fasilitator tampak ketika mereka mulai meneliti sampel air kolam yang berada di bawah kantin apung SMP Negeri 26 Surabaya, yang menjadi tempat berlangsungnya konferensi. Terlebih ketika mereka mengaduk-aduk lumpur dari kolam dan menampungnya menggunakan cawan petri dan kaca pembesar/lup untuk mencari berbagai jenis hewan kecil (makroinvertebrata) yang menjadi indikator kualitas air.
Pada sesi siang harinya, ada sedikit kendala dari alam yang menghadang para peserta untuk melakukan observasi diluar seperti pada sesi pagi harinya. Tapi tidak menurunkan niat dari para peserta untuk melakukan pengamatan keanekaragaman hayati di sekitar kantin apung tempat mereka berkumpul sebelumnya. Di tempat ini para peserta mengamati apapun yang terlihat. Hamzen, siswa SMP Negeri 14 Surabaya, layaknya seorang nahkoda kapal mengamati isi dari kolam yang terkena tetesan air hujan. Tak luput binatang kecil seperti nyamuk dan laba-laba mereka amati karena di tempat ini masih banyak sekali tumbuhan liar yng memungkinkan banyak binatang kecil yang tinggal.
Hujan yang datang begitu deras sempat mengakibatkan aktivitas dihentikan, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Narendra, salah satu aktivis dari Tunas Hijau, mengganti observasi menjadi sebuah permainan. Tidak jauh-jauh dari materi yang didalami, kali ini para peserta diajak bermain mengenai gerak-gerik biodiversity, khususnya hewan. Permainan yang mengundang tawa dan kecermatan dalam mempraktekkan gerakan seasli mungkin ini mengakibatkan banyak penghuni kantin yang ikut menyaksikan.
Di sudut lain, terlihat 24 siswa peserta Mini Children Conference on Biodiversity (MCCB) kelompok 3 tengah berkumpul di depan gerbang SMPN 26 Surabaya. Mereka tengah mempersiapkan lembar kerja yang diberikan oleh fasilitator lingkungan hidup SMP Negeri 26 Surabaya, yang notabene adalah siswa tim lingkungan hidup SMP Negeri 26. “Silahkan melakukan pengamatan dan jangan lupa tulis hasil pengamatan di tabel yang telah disediakan,” ucap Dinda. 45 menit adalah lamanya waktu yang diberikan untuk pengamatan ini.
Alma Melinda, peserta MCCB mengungkapkan bahwa jenis satwa yang mendominasi di sekolah ini adalah kupu-kupu, lebah dan belalang. “Tetapi kupu-kupunya gak sebanyak lebah yang mudah dijumpai disini,” tambah Alma Melinda. Walaupun terik panas terasa di kulit, semangat peserta MCCB tetap tinggi. Hasbi, siswa SD Khatidjah 3 Surabaya, mengungkapkan dirinya sangat senang mengikuti konferensi ini karena mendapatkan pengetahuan baru. Hasbi juga mengaku menjadi semakin peduli pada lingkungan hidup.
Menjelang akhir pertemuan, peserta MCCB berkomitmen untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati untuk masa depan. “Salah satu caranya dengan memperbanyak menanam pohon,” ungkap Nyimas Salsabila, siswa SMP Negeri 26 Surabaya, yang pada Oktober 2010 mewakili Indonesia pada International Children’s Conference on Biodiversity. Diakhir sesi, siswi SDN Kandangan I Akmal Melinda dan siswi SMPN 14 Surabaya Lintang dinobatkan menjadi peserta terbaik pada kelompok keanekaragaman hayati sekitar.
Pada kelompok ancaman terhadap keanekaragaman hayati diawali penyebab punahnya keanekaragaman hayati. Diantara ancaman yang dikemukakan oleh peserta dari kelompok ini adalah sampah yang tersumbat di sungai yang menyebabkan pencemaran air hingga berkurangnya keanekaragaman hayati di sungai itu. Polusi udara juga menjadi salah satu ancaman bagi keanekaragaman hayati. “Kebakaran hutan dan beralihnya fungsi hutan menjadi salah juga merupakan ancaman penurunan keanekaragaman hayati,” ungkap aktivis Tunas Hijau Anggriyan Permana mengulangi pendapat anggota kelompoknya.
0 komentar:
Posting Komentar